OM SWASTYASTU,
Pertama-tama perkenankanlah saya memanjatkan puja dan puji syukur kehadapan
Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dan Ida Hyang Betara-Betari atas
asung kerta waranugraha NYA, memberikan kesehatan, dan tuntunan menuju ilmu
pengetahuan yang saya tekuni, sehingga saya dapat memangku jabatan Guru Besar
dalam bidang Ilmu Hukum Tata Negara pada Fakultas Hukum Universitas Udayana.
Yang Terhormat,
Bapak Rektor Universitas Udayana selaku Ketua Senat;Bapak dan Ibu Anggota Senat
UniversitasUdayana;Dewan Penyantun Universitas Udayana; Para Pimpinan Lembaga
di Lingkungan Universitas Udayana; Para Pimpinan Fakultas dan Program studi di
Lingkungan Universitas Udayana; Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu para undangan serta
seluruh Hadirin yang saya Muliakan.
Mengawali Orasi Ilmiah ini, izinkan saya menyampaikan ucapan terimakasih kepada
Bapak Rektor dan Senat Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan dan
kepercayaan kepada saya untuk menyampaikan Orasi Ilmiah pada forum yang
bersejarah dan berbahagia ini. Besar harapan saya mudah-mudahan, Orasi Ilmiah yang
saya sampaikan dapat ikut memperkaya khasanah pengembanan Ilmu Hukum,
khususnya dalam Membentuk Undang-Undang. Menurut hemat saya pengembanan
Ilmu hukum dalam bidang praktek inilah terutama dalam membentuk Undang-Undang
yang perlu mendapat pencerahan dan refleksi dari pemikiran-pemikiran filsafat hukum.
Hari ini saya menyampaikan orasi ilmiah pengenalan jabatan Guru Besar, dalam rapat
Terbuka Senat Universitas Udayana, dengan mengambil judul :
AKTUALISASI FILSAFAT HUKUM DALAM MEMBENTUK UNDANG-UNDANG
PENDAHULUAN
Bapak Rektor dan Para Hadirin yang saya Hormati,
Negara Indonesia adalah negara hukum yang ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang
merupakan salah satu bentuk hukum tertulis. Di dalam negara Hukum fungsi Undang
Undang sangat penting dan menempati posisi yang sangat strategis dalam
penyelenggaraan roda Pemerintahan. Di samping itu Undang-Undang merupakan salah
satu sumber dalam rangka mempelajari Ilmu Hukum. Undang-Undang merupakan
Bagian dari Ilmu Hukum.Oleh karena itu seharusnya Undang-Undang dibentuk
Berdasarkan prinsip-prinsip Ilmu Hukum. Ilmu hukum memiliki sifat yang sangat khas
yakni bersifat “sui generis”, memiliki kepribadian sendiri karenanya tidak dapat
dibanding dengan ilmu lain.Philipus M Hadjon, dan Tatiek Sri Djatmiati mengemukakan
ilmu hukum sebagai ilmu yang bersifat“sui generis” dapat ditelaah dari 4 hal yaitu :
“karakter normatif ilmu hukum, terminologi ilmu hukum,jenis ilmu hukum dan lapisan
ilmu hukum”. (Philipus M Hadjon, dan Tatiek Sri Djatmiati,2005 : hal1 ). Pengkajian ilmu
hukum seharusnya beranjak dari hakekat keilmuan hukum. Hakekat keilmuan hukum
dapat dijelaskan dari sudut pandang pendekatan filsafat ilmu dan sudut pandang
pendekatan teori hukum.Filsafat ilmu membedakan ilmu dari; sudut pandang positivistik
melahirkan ilmu hukum empiris dan dari sudut pandang normatif
melahirkan ilmu hukum normatif, yang sifat kajiannya berbeda satu sama lain. (Philipus
M Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2005 : hal 3). Antara ilmu hukum empiris
dan ilmu hukum dogmatik (ilmu hukum normatif) memiliki sifat, karakter dan tugas yang
berbeda. Namun hasil kajian ilmu hukum empiris dan ilmu hukum normatif
sesungguhnya adalah saling mendukung dan sangat berperan baik dalam
rangka pengkajian ilmu hukum itu sendiri maupun dalam usaha menata kehidupan
masyarakat.Dalam konteks melakukan kajian terhadap ilmu hukum tersebut ditegaskan
oleh Philipus M Hadjon,bahwa tindakan atau sikap yang mengunggulkan yang satu dan
menyindir atau meremehkan yang lain adalah tindakan keliru,lebih-lebih ketidak
mampuan untuk mengkaji dua aspek tersebut atau karena hanya punya kemampuan
untuk salah satunya saja. (Philipus M Hadjon, 1994 : hal. 1 ).
Sifat dan tugas ilmu hukum empiris :
1). Secara tegas membedakan fakta dan norma;2)Gejala hukum harus murni empiris,
yaitu fakta sosial;3)Metode yang digunakan adalah ”metode ilmu empiris”, dan 4).Bebas
nilai.(Van Dijk,P., et al, 1985 : hal 450)
Ilmu huku normatif memiliki sifat normatif dan sarat akan nilai.
Sifat dan tugas ilmu hukum normatif :
1).Mendeskripsikan hukum positif;2).Mensistematisasi hukum positif;3).Menganalisis
Hukum positif;4).Menginterpretasi hukum positif, dan 5).Menilai hukum positif. (Van
Dijk,P., et al., 1985 : hal 448)
Alur logika pengkajian ilmu hukum normatif seharusnya mencerminkan kualitas
pemahaman dari masing masing lapisan ilmu hukum.
Ilmu hukum normatif didalam pengkajiannya syarat akan “nilai”. Dalam kaitan hal itu
maka teori Hukum murni seperti yang dikemukakan oleh Hans Kelsen tidak dapat
diterima di Indonesia. Oleh karena teori hukum murni memisahkan hukum dengan
moral, sedangkan kita di Indonesia mengembangkan hukum yang bersumber pada nilai
nilai Pancasila. (Philipus M.Hadjon,1998 : 8).
B. Arief Sidharta mengemukakan bahwa ciri ilmu hukum nasional Indonesia yang perlu
dibangun yaitu :
1. Paradigma Ilmu Hukum Nasional Indonesia mengacu pada :
a. Cita Hukum Pancasila;
b. Tujuan Hukum Pengayoman;
c. Konsepsi negara Hukum Pancasila;
d. Wawasan kebangsaan dan wawasan Nusantra.
2. Obyek pengolahan sistematisasinya adalah :
Tatanan Hukum Nasional Indonesia, adalah tertulis dan tidak tertulis.
3. Kegunaan studi dan pengembangan (pembinaan) Ilmu Hukum Nasional Indonesia dewasa ini
adalah untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan hukum sehari-hari dan pelaksanaan
pembangunan Tata Hukum Nasional Indonesia dengan mengolah masukan dari berbagai ilmu lain
dalam mengkanalisasi dan mengarahkan perubahan sosial, serta mengantisipasi dan
mengakomodasi dampak perkembangan di masa depan. (B Arief Sidharta; 2000 : hal.219)
Pemikiran mengenai cita hukum Pancasila, sudah
banyak diangkat dalam bentuk tulisan. Akan
tetapi ada suatu hal yang harus dimaknai dari cita
hukum Pancasila adalah dari sudut pandang
Ilmu Hukum.
Bapak Rektor dan Para hadirin yang saya
muliakan,
Berdasarkan penelusuran kepustakaan Filsafat
Hukum, ditemukan bahwa Refleksi pemikiran
filsafat hukum alam, masih besar pengaruhnya
dalam pembentukan Undang-Undang.
Menurut Plato, hukum terutama Undang-Undang bukanlah semata-mata untuk memelihara ketertiban dan menjaga stabilitas negara, melainkan yang terutama adalah menolong setiap warga negara mencapai keutamaan atau kebajikan pokok, sehingga akhirnya layak menjadi warga negara dari negara yang ideal. Jadi hukum terutama Undang-Undang erat sangkut-pautnya dengan kehidupan moral setiap warga negara. (J.H. Rapar, 2001 : hal.83).
Dengan demikian, hukum tidak boleh dilihat hanya sebagai sarana semata-mata, melainkan juga sebagai ”akal atau kecerdasan yang tak dapat dipengaruhi oleh keinginan dan nafsu” atau dengan kata lain hukum itu hidup dan berkuasa. Hukum yang hidup dan berkuasa itulah yang harus diletakkan ditempat teratas menjadi sumber kekuasaan yang menjamin bertumbuhnya moralitas yang terpuji dan keadaan yang tinggi yang akan mencegah para penguasa dari kesewenang-wenangan, serta mengarahkan para penguasa itu untuk memerintah demi kepentingan, kebaikan dan kesejahteraan umum. (J.H. Rapar 2001 : 83).
Para hadirin yang saya hormati,
Bagaimanakah pola alur logika dalam mengaktualisasikan pemikiran-pemikiran filsafat hukum dalam praktek hukum khususnya dalam membentuk Undang-Undang. Untuk menjawab pertanyaan tersebut;
Pertama, saya meminjam pola alur logika seperti yang di dilakukan oleh Jan Gijssels dan Mark Van Hoecke bahwa ilmu hukum memilki tiga lapisan utama yaitu Filsafat hukum, Teori hukum dan Dogmatik hukum atau disebut pula ilmu hukum normatif. Seperti yang sudah dipaparkan di atas bahwa pemahaman dari Filsafat hukum, Teori hukum dan Ilmu Hukum normatif pada akhirnya diarahkan untuk mendukung praktek hukum. (Jan Gijssels dan Mark Van Hoecke, 1988 : hal 106).
Kedua, memahami kuliah, bimbingan dan spirit yang di ajarkan oleh Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, SH. dalam rangka menjabarkan atau mengaktualisasikan prinsip-prinsip ajaran ilmu hukum di Indonesia. (Philipus M Hadjon, 1998 :11).
Jumat, 01 Mei 2009
Selasa, 14 April 2009
AKTUALISASI FILSAFAT HUKUM DALAM MEMBENTUK UNDANG-UNDANG
Langganan:
Komentar (Atom)